Sebut saja namaku Linda (samaran). Aku
saat ini bekerja sebagai seorang senior marketing di suatu perusahaan
multinasional yang berkantor di salah satu gedung di kawasan Jakarta
Selatan. Usiaku saat ini 31 tahun. Aku sudah berkeluarga dengan satu
anak yang baru berumur 2 tahun, Rio. Ia sedang lucu-lucunya.Suamiku,
sebut saja Mas Edi, bekerja sebagai seorang junior manager di salah satu
perusahaan swasta di kawasan CBD dekat Semanggi.
Aku dan suamiku saat ini sudah mampu
memiliki rumah sendiri di kawasan Cimanggis. Dengan kesibukan kami
masing-masing, praktis waktu kebersamaan kami hanyalah dua hari dalam
satu minggu, yakni hari Sabtu dan Minggu. Untuk itu kami memanfaatkan
waktu kebersamaan sebaik-baiknya.
Bagiku hubungan seks dengan suami tidak
mengutamakan kuantitas. Kualitas jauh lebih penting, karena dengan
kualitas hubungan yang baik maka kenikmatan yang aku peroleh justru
sangat maksimal. Jadi dalam hal hubungan seks, antara aku dan suamiku
tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kadang-kadang aku
berfantasi ingin melakukan hubungan seks dengan orang dari kalangan
lower class!! Aku sering berfantasi dan sangat terobsesi untuk
berhubungan dengan orang yang memiliki gairah liar. Hal ini disebabkan
karena suamiku selalu memperlakukanku
dengan lembut. Itulah masalahnya!!
Aku sering membayangkan bagaimana
rasanya berhubungan badan dengan orang-orang yang kasar. Mungkin ini
semacam fantasi liarku yang terpendam. Ini mungkin timbul dari keadaanku
yang sejak kecil selalu bergaul dengan perempuan! Soalnya dari
keluargaku semuanya terdiri dari anak perempuan! Dari tiga bersaudara
sekandung aku merupakan anak pertama, kedua adikku perempuan dan sejak
aku berumur 16 tahun ayahku meninggal sehingga praktis kami berempat
termasuk ibuku perempuan semua dalam satu rumah. Begitu pula saat
bekerja, di kantorku jumlah karyawan terbanyak adalah perempuan!
Karyawan laki-laki hanya beberapa orang termasuk satpam, sopir serta
office boy.
Kata orang penampilanku sangat menarik!
Aku tidak menyombongkan diri memang begitulah kenyataannya. Kulitku
putih bersih. Ukuran tubuhku sangat ideal menurut pendapatku. Tinggi
badanku 165 cm dan berat badanku 55 kg, dan ukuran dadaku 36B. Dengan
keadaan fisik seperti ini tidak sulit bagiku untuk menaklukkan lelaki
yang kuinginkan.
Di kantorku ada satu orang office boy
yang membuatku tertarik akan kejantanannya. Orang itu namanya Parjo,
berasal dari Tegal, satu kampung denganku. Ia baru berusia 21 tahun.
Orangnya tinggi besar dan wajahnya lumayan ganteng. Hal yang membuatku
kadang terpesona oleh kejantanannya adalah bau keringatnya yang
menyengat dan asli khas bau lelaki. Aku kerap kali membayangkan
bagaimana bila aku disetubuhi olehnya. Aku sering kali memimpikan bahwa
mem*kku digenjot oleh batang kont*lnya yang dari luar celananya tampak
menggembung menandakan besarnya.
Pembaca jangan membayangkan kalau ruang
khusus di kantorku ruangnya tertutup sama sekali. Tidak, ruang kantorku
sebenarnya mirip-mirip aula yang luas! Cuma disekat-sekat dengan
partisi. Ruang khusus yang kumaksudkan adalah dalam satu ruangan yang
disekat partisi dengan luas kira-kira 2,5 x 2 m hanya diperuntukkan
bagiku. Karyawan lain yang tingkatannya masih di bawahku biasanya
menempati satu ruang yang disekat secara bersama-sama sekitar 3 atau 4
orang dalam satu ruangan. Dengan demikian aku mempunyai lebih banyak
privacy di kantorku ini.
Aku kerap kali membuka-buka internet
terutama saat-saat istirahat pada jam-jam menjelang kerja lembur.
Soalnya dengan membaca kisah- kisahnya fantasiku bisa melayang sesuai
dengan alur cerita yang dibawakan si penulis! Aku tak peduli kalau itu
kisah nyata atau cuma karangan si penulis.. Yang penting bagiku bisa
memuaskan imajinasiku, titik! Oh ya.. Karena kesibukanku, aku kerap kali
harus bekerja lembur sore hari hingga sampai jam 20.00 aku baru keluar
kantor. Dalam satu minggu, mungkin aku kerja lembur selama 3 hari.
Bagiku lembur lebih baik dibandingkan harus terkena macet di jalan yang
tiap hari selalu menghantui Jakarta. Yach.. Dari pada waktu terbuang
karena macet di jalanan, mendingan kerja lembur bisa dapat tambahan uang
belanja, iya kan?
Suatu sore, seperti biasanya saat
menjelang lembur aku mulai asyik membuka-buka kisah-kisah erotis di
situs ini. Suasana kantor sudah mulai sepi karena karyawan sudah mulai
meninggalkan tempatnya masing-masing. Hal ini sudah biasa bagiku dan
tidak menjadi sesuatu yang istimewa sehingga aku cuma menyahut kecil
saat satu-demi satu rekan-rekanku pamitan mau pulang duluan.
Aku mulai terangsang saat membaca kisah-
kisah yang benar-benar erotis.Ingatanku jadi melayang pada fantasi liar
yang selalu mengobsesiku. Entah karena kebetulan atau memang nasib
sedang mujur.. Ternyata office boy yang menjadi incaranku saat itu
sedang membersihkan ruang meeting yang besok pagi akan digunakan untuk
rapat evaluasi bulanan. Ruang meeting itu persis berada di samping
ruanganku sehingga saat si Parjo lewat, keringatnya yang baunya menusuk
sempat tercium olehku. Fantasiku kian menggelora begitu mengendus aroma
keringatnya itu.
Aku segera mencari akal bagaimana
caranya agar si Parjo mendekatiku. Akhirnya aku punya akal untuk
menyuruhnya membersihkan ruanganku yang sengaja kubuat berantakan. Ini
kumaksudkan agar Parjo berada dekat denganku dan aku bisa terus
mengendus keringatnya yang seksi itu.
Dengan patuh akhirnya Parjo datang juga
ke ruanganku dan mulai membereskan tempatku yang memang berantakan. Aku
masih tetap membuka situs ngeres ini sambil menghirup aroma keringatnya
yang semakin menyengat saat ia mulai bekerja. Aku sempat meliriknya saat
ia mencuri-curi pandang ke arah pahaku yang setengah terbuka. Aku
memang memakai rok pendek sehingga pahaku yang putih jenjang kelihatan
sangat indah dan sangat kontras dengan rok pendekku yang berwarna gelap.
Parjo memalingkan wajahnya dengan malu saat kutangkap basah mencuri-
curi pandang ke arah pahaku.
Aku tetap pura-pura sibuk melihat
monitor sambil membaca cerita erotis yang tersaji di depanku. Parjo yang
sedang berjongkok membersihkan kolong mejaku tampak berhenti bergerak.
Dengan sudut mataku kulihat ia sedang memperhatikan kedua pahaku dari
kolong mejaku. Kubiarkan saja hal itu terjadi. Iseng-iseng aku
menggodanya agar ia pusing sendiri melihat keindahan pahaku.
Aku tidak menduga kalau ternyata Parjo
seberani itu. Tiba-tiba aku merasa ada benda hangat menyentuh pahaku
yang setengah terbuka. Aku tercekat mendapati ia senekat itu, padahal
sempat kudengar masih ada suara orang lain yang sedang bercakap-cakap di
ruang sebelah. Ternyata masih ada dua orang kolegaku yang belum keluar.
Mereka sedang bersiap-siap pulang dan sedang berjalan mendekat ke
ruanganku untuk pamitan. Aku tidak berani berteriak saat tangan Parjo
yang nakal mulai menggerayangi pahaku dari kolong mejaku. Aku hanya
berusaha mengatupkan kedua pahaku agar tangannya tidak bergerak terlalu
jauh. Aku menggigit bibirku menahan geli saat tangannya
yang kasar mengelus-elus paha bagian dalamku dan tangannya yang terjepit kedua pahaku berusaha bergerak- gerak ke atas.
“Mbak Linda.. Mau lembur lagi” terdengar
suara Ida salah seorang staf bagian purchasing menyapaku dari luar
ruangan. “Ehh.. Ii.. Iya habis buat persiapan meeting besok” aku
tergagap menjawab pertanyaannya.
Aku khawatir kalau-kalau si Ida dan Dewi
yang saat itu belum pulang masuk ke ruanganku dan tahu apa yang
terjadi. Yang kurang ajar lagi, ternyata tangan Parjo terus memaksa
bergerak ke atas hingga aku tak mampu menahannya lagi. Kini tangannya
sudah mulai meraba dan meremas vaginaku dari luar CD nylonku. Aku yang
tadi sudah terangsang karena bacaan cerita ngeres semakin terangsang
lagi dengan perlakuan Parjo itu.
“Kita pulang duluan ya Mbak.. Sampai ketemu besok! Salam buat Rio si kecil”.
Suara Dewi sedikit melegakanku, karena
kekhawatiranku kalau mereka akan nyelonong ke ruanganku tidak terjadi.
Mereka berdua langsung keluar ruangan.Kini di kantor hanya tinggal aku
dan Parjo yang saat itu masih sibuk meremas vaginaku dari luar CD-ku.
Aku yang sudah sangat terangsang tidak
dapat menolak lagi apa yang ia perbuat. Tanpa sadar aku membuka kedua
pahaku agak lebar. Mendapat angin seperti itu, jari Parjo yang nakal
segera menyusup ke dalam CD- ku dan mulai mengorek-ngorek lubang
vaginaku yang sudah mulai basah. Napasku sudah mulai memburu menahan
gejolak yang mulai mendesak.
Konsentrasiku membaca sudah mulai hilang
karena pandangan mataku mulai kabur menerima rangsangan Parjo. Kini
bukan hanya tangannya yang aktif bergerilya di selangkanganku yang
sedikit terbuka. Lidah Parjo pun mulai bergerak menjilati kedua pahaku
sambil bersimpuh di depan kursiku. Rok pendekku dipaksanya terbuka
hingga pahaku semakin terbuka.
Lidah Parjo yang panas menggelora mulai
bergerak-gerak liar menyapu seluruh permukaan kulit pahaku yang sangat
sensitif. Tubuhku semakin menggigil menahan geli saat lidahnya menyusuri
kulit
pahaku disertai dengan gigitan-gigitan
kecil.Gila, Parjo rupanya tahu kalau aku sedang membuka cerita ngeres
saat ia masuk dan kusuruh membersihkan ruanganku sehingga ia berani
berbuat kurang ajar padaku. Aku sebetulnya tadi cuma menggoda saja. Aku
tidak menduga kalau akan sejauh ini.
“Jo.. Jang.. anhh” aku mendesis tapi
tidak berani berteriak karena takut kalau ada orang yang mendengar.
Namun Parjo rupanya sudah kesetanan. Pantatku ditariknya ke bawah hingga
aku terduduk di ujung kursiku. Hal ini memudahkan Parjo menyingkap
rokku dan menarik CD-ku hingga ke lututku. Tanpa membuang waktu, Parjo
mengangkat kedua pahaku dan mementangkannya di atas
kepalanya. Wajahnya menyuruk ke
selangkanganku dan lidahnya menghunjam ke dalam lubang vaginaku yang
sudah sangat basah. Aku tak mampu bergerak lagi. Tangannya yang kokoh
memegang erat kedua pahaku hingga tak bisa lagi bergerak. Aku takut
memberontak karena aku sudah duduk di ujung kursi, jadi kalau bergerak
dengan keras aku mungkin bisa jatuh.
Aku hanya pasrah dan menikmati saja apa yang seharusnya tidak boleh kulakukan.
Aku memang terobsesi bercinta dengan
orang kasar seperti dia, namun itu hanya sebatas fantasi liarku. Aku
tidak ingin mengkhianati suamiku. Desakan birahi semakin menyergapku
saat lidah Parjo menyeruak masuk ke dalam lubang vaginaku dan bergerak
kasar menggesek-gesek menggelitik lubang vaginaku. Lidahnya yang kasar
bergerak liar semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Napasnya
yang menggemuruh kurasakan menghembus bibir vaginaku.
Mataku mulai berkunang-kunang menahan gejolak nafsuku yang kian meledak-ledak.
Perutku sudah mulai kejang karena bibir
Parjo mulai menyedot-nyedot itilku yang sudah sangat membengkak. Aku
hampir saja mencapai orgasme saat tiba-tiba telepon di mejaku berdering.
“Jo.. Stop.. Stopp” Seolah-olah tersadar
akan keadaanku, aku segera berteriak keras menghentikan aktivitas
Parjo. “Ma.. Maaf Bu..” ujarnya.
Mungkin karena takut aku akan berteriak,
Parjo segera berhenti dan langsung keluar ruanganku serta menghilang ke
dalam meeting room. Aku segera membereskan pakaianku yang acak-acakan
dan mengatur napas sebelum mengangkat telepon.
“Halloo..” sapaku di telepon. “Mah.. Ini
aku Edy! Mau pulang sama-sama enggak?” terdengar suara suamiku di
seberang sana. “I.. Iya.. Aku tunggu Pah..” akhirnya aku memutuskan
untuk jadi lembur hari itu.
Aku merasa bersalah dengan suamiku.
Untung saja tadi suamiku menelepon hingga aku tidak berbuat terlalu jauh
dengan si Parjo. Untuk menutupi rasa bersalahku sekaligus menuntaskan
apa yang tadi
telah dimulai oleh Parjo, malam itu aku
mengajak suamiku bermain cinta. Aku melayani suamiku secara total. Kami
yang biasanya bermain cinta sekali, malam itu aku meminta suamiku
menyetubuhiku hingga tiga kali. Gila! Untung saja suamiku tidak terlalu
curiga dengan keganjilan ini. Hari ini aku selamat dari perbuatan
selingkuh.
Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa
sudah hampir satu bulan sejak kejadian waktu aku hampir saja
mengkhianati suamiku dengan kejadian di ruangan kantorku. Aku pun sudah
mulai dapat melupakan kejadian itu soalnya selama ini aku juga hampir
tidak pernah melihat Parjo. Aku pun tidak berusaha ingin mengetahui
keberadaannya.
Kira-kira satu minggu menjelang bulan
puasa kegiatanku semakin bertambah sibuk.Aku harus banyak mempersiapkan
kegiatan promosi menjelang penjualan untuk hari raya lebaran nanti.
Untuk itu aku banyak melakukan lembur seperti biasanya.
Aku masih ingat saat itu hari Kamis
tanggal 7 Oktober, aku seperti biasanya lembur di kantor. Saat itu yang
ada di kantor hanyalah aku dan Ida yang juga sedang lembur menyelesaikan
tugasnya. Kira-kira pukul 18.00, Ida mendatangi ruanganku dan
mengajakku pulang bersama-sama, namun aku yang masih harus menyelesaikan
beberapa laporan memintanya untuk pulang duluan, sehingga praktis di
kantor hanya tinggal aku sendirian. Aku tidak takut karena sudah
terbiasa, lagi pula ada security yang selalu berjaga-jaga di lobby bawah
di lantai satu.
Entah karena ruangan AC yang dingin atau
mungkin karena sejak sore tadi aku belum ke rest room maka aku merasa
ingin sekali buang air kecil. Karena desakan itu aku pun meninggalkan
ruanganku dan pergi ke rest room yang letaknya di luar ruangan kantor
namun masih satu lantai dengan kantorku. Karena aku yakin sudah tidak
ada orang lain, maka aku melepas CD-ku dan memasukannya ke tasku sebelum
ke rest room. Hal ini kulakukan agar mudah melepas hajatku nanti.
Praktis saat itu aku tanpa mengenakan CD saat pergi ke rest room. Toh
rok pendekku cukup tebal, jadi kalau pun masih ada orang tidak bakalan
ketahuan, pikirku.
Keadaan memang sepi di kantor. Saat aku
melewati koridor di samping kantorku pun tidak tampak ada satu orang pun
di sana. Aku lalu masuk ke rest room dan menutup pintu kemudian
langsung menghambur masuk ke salah satu toilet yang berjajar di sana.
Aku merasa lega sekali setelah hajatku yang sedari tadi merongrongku
terlepas sudah. Kini aku bisa kembali bekerja dengan tenang.
Saat itu aku sedang merapikan pakaianku di depan cermin di ruangan rest room.
Aku terkejut setengah mati saat aku
tersadar bahwa ternyata di rest room sudah ada orang lain selain diriku.
Yang lebih mengejutkan ternyata orang itu adalah Parjo yang sedari tadi
memperhatikan diriku saat mematut diriku di depan cermin.
Belum sempat hilang rasa terkejutku,
Parjo sudah mendatangi dan langsung memeluk tubuhku. Aku yang termasuk
sudah cukup tinggi untuk ukuran wanita ternyata masih terlalu kecil bila
dibandingkan dengan Parjo. Mungkin tingginya sekitar 175-an lebih
karena ternyata tinggi tubuhku hanya sebatas hidungnya saja. Selain
tinggi, tubuh Parjo sangat kekar dan tegap hingga aku tak mampu bergerak
saat kedua tangannya yang kokoh menyergapku.
Aku mulai terangsang saat lidah Parjo
yang bergerak liar di dalam mulutku mulai mendorong-dorong lidahku dan
tangannya yang tadinya meremas-remas buah pantatku mulai menyingkap
rokku ke atas. Rokku ditariknya ke atas hingga pantatku yang tidak
tertutup CD segera tersentuh langsung oleh telapak tangannya yang
kasar.Aku menggerinjal karena tangannya yang kasar terasa geli di
pantatku yang halus.
“Hhsshh.. Oughh..” tanpa sadar aku
sedikit melenguh karena tangan kasar Parjo meremas buah pantatku yang
terbuka dengan gemasnya. Napasku mulai memburu dan gairahku mulai
terusik. Apalagi bau keringat Parjo yang menusuk sangat maskulin dalam
penciumanku.
“Ja.. Jangan.. Joo.. Ohh.. Sshh” antara
sadar dan tidak aku masih sempat meronta dan mulutku masih mencoba
mencegah perbuatan Parjo lebih jauh. Namun seolah tak peduli dengan
desisanku atau mungkin karena penolakanku tidak begitu sungguh sungguh,
Parjo tetap saja merangsekku dengan serbuan-serbuan erotisnya.
Lidah Parjo terus saja menjilat-jilat
mulutku dan turun ke daguku. Aku semakin gelisah menerima rangsangan
ini, apalagi tangan Parjo yang tadinya meremas remasa pantatku kini
bergeser ke depan dan
mulai mengelus-elus daerah perut di
bagian bawah pusarku. Tubuhku bergoyang-goyang kegelian menahan serbuan
tangan nakal Parjo yang sudah mulai merambah daerah selangkanganku.
“Joo.. Jang.. Jangannhh.. Ohh..” aku semakin mendesis antara menolak dan tidak.
Tangan Parjo yang nakal semakin liar
mengaduk-aduk daerah sensitifku. Mulutnya kian gencar menyedot-nyedot
leherku. Seolah tak peduli dengan rengekanku, Parjo terus saja bergerak.
Kini tangannya bahkan mulai meremas-remas labia mayoraku yang sudah
mulai basah berlendir.
Tubuhku tersentak saat jari tangan Parjo
mulai menyusup ke dalam labia mayoraku dan mulai mengorek-korek
tonjolan kelentitku. Digerakannya jarinya berputar putar menggesek
kelentitku. Kakiku seolah sudah tak bertenaga hingga tubuhku sudah
tersandar sepenuhnya di pelukan Parjo. Sambil terus memutar-mutar
jarinya di tonjolan kelentitku, Parjo mulai mendorong tubuhku dan
diangkat untuk didudukkan di atas toilet
rest room yang dingin itu. Aku yang sudah mulai pasrah hanya diam saja
atas perlakuannya.
Parjo lalu melepaskan jarinya dari
selangkanganku dan ia mulai berjongkok di hadapanku. Wajahnya berada
dekat sekali dengan selangkanganku yang terbuka lebar.
“Aw.. Ohh..” tubuhku kembali tersentak
saat tiba-tiba Parjo menyurukkan wajahnya ke selangkanganku dan mulutnya
menyedot-nyedot bibir kemaluanku.
Lidahnya yang panas menerobos masuk di
antara labia mayoraku dan mengais-ngais daging hangat lubang vaginaku.
Tanpa sadar aku meremas rambut Parjo yang jabrik itu. Tanpa bicara,
Parjo terus bekerja! Ya sedikit bicara banyak bekerja!! Ini benar- benar
tepat untuk keadaan Parjo saat itu. Lidahnya kini mulai mempermainkan
kelentitku yang sudah semakin mengembang. Perutku mulai kejang karena
menahan kenikmatan yang hampir meledak.
“Shh.. Ouhh.. Shh.. Ter.. Rushh Jo..” bibirku tak henti-hentinya berdecap menahan kenikmatan yang mulai naik ke ubun-ubunku.
Aku yang tadinya berkata jangan,
sekarang meminta Parjo untuk terus! Tanganku tanpa sadar merengkuh
kepala Parjo agar semakin ketat menempel ke selangkanganku. Rupanya
Parjo tahu
kalau aku sudah hampir mencapai orgasme.
Lidahnya semakin gila mempermainkan kelentitku. Bibirnya menyedot
seluruh cairan yang semakin membuat vaginaku basah. Aku hampir saja
mencapai klimaks saat tiba tiba Parjo menarik kepalanya dari
selangkanganku. Aku hampir saja terjatuh dari dudukku karena pantatku
tanpa sadar bergerak maju mengejar wajah Parjo yang
ditariknya.
Parjo benar-benar mempermainkan aku.
Saat aku sudah menjelang orgasme, tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya
yang belum tuntas. Napasku sudah ngos-ngosan karena didera nafsu. Parjo
yang sudah
berdiri di depanku mulai melepas
gespernya dan memerosotkan celana sekaligus CD-nya hingga ke lututnya.
Aku benar-benar terkejut melihat kont*l Parjo yang luar biasa. Besar dan
panjang..
Luar biasa.Aku ngeri melihatnya.
Jangan-jangan vaginaku bisa jebol dibuatnya. Benar-benar sesuai dengan
ukuran tubuhnya yang perkasa.kont*l Parjo yang perkasa berdiri tegak
mengacung ke arah wajahku yang terpaku melihatnya. Tanpa memberi
kesempatan padaku untuk berlama-lama melihat kont*lnya yang perkasa,
Parjo segera menarik tubuhku dan membaliknya. Kini aku berdiri menghadap
cermin. Kedua tanganku bertumpu di atas toilet yang tadi kududuki.
Tangan Parjo yang kekar mendorong punggungku sedikit membungkuk hingga
pantatku agak menungging. Lalu kedua kakiku digesernya agar lebih
membuka.
Bulu-bulu di tubuhku mulai merinding
saat ada benda hangat dan tumpul mulai bergesek-gesek di bibir
kemaluanku mencoba masuk. Lubang vaginaku yang sudah licin sangat
membantu penetrasi yang
dilakukan Parjo dari arah belakang.
“Oghh..” kudengar Parjo menahan napas
saat ujung kont*lnya yang seperti topi baja mulai terjepit labia
mayoraku. Aku pun tak mampu bernapas karena benda itu terasa sesak
sekali mengganjal
selangkanganku. “Hkk.. Hh.. Shh.. Ouchh” aku mendesis tercekat.
Parjo agak kesulitan mendorong kont*lnya
masuk ke dalam lubang vaginaku yang agak kesempitan menerima
serbuannya. Aku sendiri heran, aku yang sudah pernah melahirkan terasa
seperti perawan
saja saat ditembus batang kont*lnya.
Terus terang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan dengan milik
suamiku. Aku menjadi lupa diri saat itu. Yang kutahu aku harus
menuntaskan gairah napsuku.
Berkali-kali Parjo terus mendorong
batang kont*lnya. Tanpa sadar aku ikut membantunya dengan menggeser
pantatku hingga kont*l Parjo terdorong masuk. Tubuhku bergetar karena
seluruh lubang vaginaku seperti tergesek oleh besarnya kont*l Parjo yang
baru masuk kira-kira setengahnya saja.
“Ouchh.. Hhahh..” aku berkali-kali pula mendesis menahan nikmat yang kembali naik ke kepalaku.
Dengan pelan Parjo kembali menarik
batang kont*lnya dari jepitan lubang vaginaku. Didorongnya lagi hingga
bertambah dalam batang itu menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku yang
sudah
mulai bisa beradaptasi dengan besarnya kont*l Parjo. Sekarang gerakan maju mundur batang kont*l Parjo mulai lancar.
“Hugghh..” kami sama-sama menahan napas
saat kurasakan seluruh batang kont*l Parjo sudah masuk ke dalam jepitan
lubang vaginaku hingga ke pangkalnya. Itu aku rasakan karena pantatku
menempel ketat pada kantung biji telur kemaluan Parjo.Lubang vaginaku
terasa berdenyut-denyut meremas batang kont*l Parjo yang memenuhi lubang
vaginaku. Panjang sekali batang kont*lnya hingga mulut rahimku
seolah-olah seperti tersodok benda tumpul. Tubuh kami terdiam seperti
terpatok satu sama lain oleh pasak yang menyumpal lubang kemaluanku.
Tangan Parjo yang tadinya memegang kedua
sisi pinggulku mulai menyusup ke dalam gaunku dan bergerak meremas
kedua payudaraku. Tangannya yang kasar membuat tubuhku menggelinjang
saat meremas payudaraku yang sudah terlepas dari BH-ku.Kait BH-ku memang
ada di depan hingga mudah bagi Parjo melepas penjepitnya.
Mataku terpejam menahan desakan napsu
yang mulai mendesak dari perutku. Dengan pelan Parjo mulai menarik
batang kont*lnya dari jepitan lubang vaginaku lalu mendorongnya kembali.
Tubuhku mulai bergetar saat batang kont*lnya menggesek gesek seluruh
dinding vaginaku.
Sambil berpegangan pada kedua
payudaraku, Parjo terus mendorong dan menarik pantatnya. Gerakan batang
kont*l Parjo dalam lubang kemaluanku semakin lancar karena sudah banyak
sekali cairan pelicin keluar dari lubang kemaluanku. Mulut Parjo yang
tak henti- hentinya menjilati kudukku terasa semakin membuatku melayang
ke awan tak bertepi.
Tangan Parjo yang tadinya meremas
payudaraku dilepasnya dan menarik wajahku agar menengok ke belakang.
Bibirku langsung dipagutnya dengan bibirnya yang tebal begitu wajahku
menoleh. Lidah Parjo segera didorong masuk ke dalam mulutku dan mulai
menggelitik rongga mulutku. Aku jadi ingat saat membaca majalah porno
yang dibawa suamiku dulu. Ini rupanya yang disebut posisi 99. Baru kali
ini aku merasakannya.
Posisi 99 dilakukan dengan kedua
pasangan menghadap ke arah yang sama, laki-laki di belakang dan
perempuan di depan. Penis laki-laki menusuk vagina atau anus si
perempuan dari arah belakang, sementara tangan si lelaki meremas-remas
payudara si perempuan dan keduanya saling berpagutan bibir. Indah
sekali!!
Aku tidak pernah membayangkan kalau akhirnya aku melakukan hubungan seks
dengan posisi seperti ini. Tangan Parjo kembali menyusup ke dalam gaun
kerjaku dan mulai mengerjakan tugasnya meremas-remas kedua payudaraku.
Bibirnya memagut bibirku dengan lidahnya mendorong-dorong lidahku.
Sementara batang kont*lnya terus menghunjam lubang vaginaku tanpa ampun.
Berkali-kali rambut kemaluan Parjo yang kasar seperti habis dicukur
menggaruk-garuk pantatku saat kont*lnya melesak ke dalam lubang vaginaku
hingga ke pangkalnya. Aku pun berkali-kali mengerang tanpa rasa
malu-malu lagi. Aku memang selalu ribut kalau sedang bersenggama.
Tanpa harus diperintah, aku mulai
menggoyangkan pantatku mengikutiirama tusukan kont*l Parjo. Tubuhku
mulai terhentak-hentak dan gerakan pantatku sudah tidak terkendali.
Pantatku semakin cepat bergoyang dan mundur menyambut dorongan kont*l
Parjo hingga masuk sedalam-dalamnya ke dalam jepitan lubang vaginaku.
“Ter.. Rushh.. Joo.. Oohh” aku terus
mendesis-desis tak terkendali. Tubuhku seolah melayang dan ringan. Parjo
semakin cepat menarik dan mendorong kont*lnya menghunjam lubang
vaginaku. Aku tersentak. Perutku terasa kejang menahan desakan yang
hampir meledak.
“Terushh Linn.. Terushh..” kudengar
Parjo menggeram sambil menusuk-nusuk lubang vaginaku kian kencang. Lalu
mulutnya kembali melumat bibirku dan tanpa dapat kutahan lagi tubuhku
berkelojotan melepaskan ledakan birahi yang sudah tidak terbendung lagi.
Aku menggigit bibir Parjo yang melumat bibirku. Pada saat yang sama,
tubuh Parjo pun menggeliat dan tersentak-sentak seperti penari
breakdance.Tubuh bagian bawah kami yang saling menempel menggeliat
secara bersamaan. Pantatku yang menempel ketat dan seperti terpaku pada
tulang kemaluan Parjo memutar tak terkendali.
“Arghh.. Shh..” seperti suar koor, kami berdua menggeram secara bersamaan.
Otot-otot vaginaku berdenyut-denyut
mencengkeram kont*l Parjo yang tertanam sepenuhnya didalamnya. Cratt..
Cratt.. Cratt.. Crat.. Crat.. Akhirnya kont*l Parjo mengedut-ngedut dan
hampir
lima kali menyemburkan cairan hangat
yang menyiram ke dalam mulut rahimku. Terasa begitu kencang semburan air
mani Parjo menyemprot dalam lubang vaginaku. Kami terus bergerak hingga
tuntas sudah air mani Parjo terperas denyutan lubang vaginaku.
Akhirnya kami sama-sama terdiam lemas tak berdaya. Napas kami saling memburu.
Denyut jantungku berdentum setelah
bekerja keras memburu kenikmatan. Aku yang kelelahan tak mampu bergerak
lagi dan ambruk di atas toilet. Kubiarkan saja kont*l Parjo yang masih
menancap
erat dalam lubang vaginaku. Tubuh Parjo
pun ambruk menindihku. Pantatku tetap menempel ketat pada tulang
kemaluannya. Aku merasakan betapa banyak cairan air mani yang
disemprotkan Parjo ke dalam lubang vaginaku hingga sebagian meleleh ke
pahaku.
Perlahan-lahan kont*l Parjo mulai
melembek dan akhirnya terlepas dari jepitan lubang vaginaku dengan
sendirinya. Beberapa saat kemudian Parjo bangkit dan masuk ke WC.
Kudengar suara gemericik air, mungkin ia sedang membersihkan kont*lnya
yang lengket oleh cairan kami berdua. Ia juga mengambil tissue dari WC
dan kemudian membersihkan lelehan air maninya yang membasahi pahaku
dengan telaten. Beberapa kali ia mondar- mandir ke WC mengambil tissue
dan membersihkan semua cairan dari selangkanganku. Geli sekali rasanya
saat tangannya yang kasar dengan nakal meremas-remas vaginaku saat
membersihkan dengan tissue.
“Terima kasih Lin.. Sorry aku sudah
tidak tahan ingin menikmati keindahan tubuhmu” ia tidak lagi memanggilku
dengan ibu tapi langsung namaku begitu saja. Aku hanya terdiam. Aku
sebenarnya menyesal juga telah melakukan pengkhianatan pada suamiku.
Tapi semua sudah telanjur. Aku hanya
mengangguk saja saat ia meminta maaf untuk yang kedua kalinya.
Aku merapikan pakaianku dan kembali ke
ruanganku dengan langkah gontai akibat kelelahan setelah bersetubuh
sambil berdiri tadi. Parjo pun segera membersihkan lantai dari lelehan
air maninya yang
tercecer di rest room itu.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.30
malam saat aku masuk ruanganku. Jadi hampir satu jam aku bersetubuh
dengan Parjo di rest room tadi. Aku masih sangat lelah hingga tak mampu
lagi
berkonsentrasi dengan pekerjaanku. Aku hanya terpaku di depan mejaku menatap layar monitor yang tetap menyala.
Aku tersentak dari lamunanku saat HP-ku berdering. Kulihat di layar ternyata suamiku menelpon.
“Hallo mah.. Kemana saja kamu? Dari tadi
kutelepon kok tidak diangkat?” terdengar suara suamiku di seberang
sana. “Oh.. Eh.. Anu.. Tadi aku ke toilet.. Habis perutku rasanya mulas
setelah makan siang” jawabku mencari alasan yang tepat. “Tapi.. Kamu
enggak apa- apa kan?” terdengar suara Mas Edy agak khawatir “Enggak
apa-apa kok pah..” jawabku. “Ya sudah kalau enggak apa-apa.. Mau pulang
bareng enggak?” kata suamiku lagi. “Enggak ah.. Aku masih mau lembur
soalnya laporan musti selesai malam ini juga” aku yang memang berniat
mau meneruskan pekerjaanku meminta suamiku tidak usah menjemputku.
Aku kembali menatap monitor yang menyala di depanku. Pikiranku belum
bisa diajak berkonsentrasi. Aku sangat merasa bersalah telah
mengkhianati suamiku yang begitu mencintaiku. Di sisi lain aku
merasa ada rasa aneh saat mengingat
kejadian tadi. Pikiranku masih melayang ke tempat lain saat ada tangan
kuat memelukku dari belakang. Aku kembali tersadar dari lamunanku.
“Eh.. Su.. Sudah Jo.. Jangan lagi” aku
berusaha berontak setelah aku tahu bahwa pemilik tangan kekar itu
ternyata Parjo yang memelukku dari belakang. “Enggak apa-apa Lin.. Aku
sayang sama kamu..”
bisik Parjo sambil memelukku. Aku tak
mampu melawan Parjo yang sudah mulai bernafsu lagi. Apalagi tubuhku
masih terasa lemas sekali sejak digoyang Parjo di rest room tadi.
Napas Parjo yang memburu terasa panas
menghembus di leherku saat lidahnya mulai menjalar menjilati kudukku.
Aku masih berusaha menghindar saat bibirnya berusaha mencium pipiku.
Tetapi tangan Parjo yang kokoh segera memaksa wajahku menghadapnya dan
bibirnya yang tebal segera melumat bibirku. Aku hanya mampu menutup
bibirku erat-erat sebagai upaya penolakanku. Namun lidah Parjo tak putus
asa berusaha menggesek bibirku dan menyusupkannya ke dalam mulutku.
Akhirnya pertahananku bobol juga. Lidah Parjo berhasil menyusup ke dalam
mulutku dan mulai mendorong-dorong lidahku. Tangannya yang kokoh mulai
meremas-remas payudaraku dari luar gaun.
Mendapat rangsangan seperti itu,
perlahan- lahan gairahku mulai bangkit lagi.Lidahku akhirnya membalas
dorongan lidahnya hingga kami saling berpagutan. Sambil tetap menciumi
lidahku, Parjo mengangkat tubuhku dan memondongku dibawa ke ruang
meeting VIP yang khusus dipakai menjamu tamu VIP. Ruangan itu cukup luas
dan dilengkapi dengan sofa yang empuk.
Tubuhku segera dihempaskan ke sofa itu
dan kembali Parjo mencumbuku dengan ganasnya. Dengan sikap posesif,
Parjo terus mencumbuku di ruang meeting VIP itu.Seluruh tubuhku mulai
bergelora dan tergelitik. Tangan Parjo yang terampil mulai melepaskan
kancing gaunku satu persatu. Sekarang aku hanya mengenakan rok ketat dan
BH. Kembali Parjo menggumuliku di sofa empuk itu. Lidahnya yang tadinya
menggelitik lidahku mulai bergeser turun ke leherku, sementara itu
tangannya segera melepaskan pengait BH-ku dan melepaskan BH tersebut
hingga tubuh bagian atasku sudah tanpa penutup lagi.
Lidah Parjo terus bergeser turun dari
leher ke bahuku yang terbuka lebar. Tangan Parjo secara otomatis
bergerak ke dadaku yang sudah terbuka dan bermain-main di sana. Kedua
payudaraku terasa agak sakit karena Parjo meremasnya dengan kasar dan
gemas.
“Ohh..” tanpa sadar aku menggumam saat
kedua puting payudaraku yang didekatkan satu sama lain dilumat mulut
Parjo dengan rakus secara bersamaan. Lidahnya yang kasar dan panas
mempermainkan kedua puting payudaraku. Tubuhku terasa bergetar menahan
gairah.
Aku tak henti-hentinya mendesis menahan
geli dan nikmat saat mulut Parjo melumat payudaraku dengan gemasnya.
Tangan Parjo lalu melepaskan satu-satunya penutup tubuhku. Rokku
dilepasnya hingga aku betul- betul telanjang bulat. Aku baru kali ini
telanjang bulat di kantorku sendiri. Aku berbaring telentang di sofa
sambil tanganku berusaha menutupi selangkanganku karena jengah. Mata
Parjo tak pernah lepas dari tubuhku ketika ia membuka pakaiannya satu
demi satu.
Aku menahan napas melihat Parjo yang
sudah telanjang bulat di depanku. Perutnya datar dan keras. Tungkai dan
lengannya yang kokoh sangat lebat ditumbuhi rambut. Tubuhnya tegap
berotot, urat-urat darah yang kuat terlihat jelas di lengannya.Parjo
lalu duduk di dekat tubuh telanjangku.
“Tubuhmu seksi sekali Lin..” bisik Parjo di telingaku.
Tangannya segera bergerak mengelus
dadaku. Ibu jarinya melakukan gerakan melingkar di atas payudaraku
hingga membuatku menggelinjang kegelian. Tangannya lalu meraba perutku
dan terus bergeser turun dan menyingkirkan tanganku yang menutupi
selangkangan. Ditangkupkannya telapak tangannya di bukit vaginaku dan
ditekankannya tangannya di sana sambil meremas pelan.
“Ohh..” aku hanya mendesis menahan gairah.
Parjo lalu menundukkan wajahnya dan
merangkak di atasku dengan posisi terbalik.Mulutnya segera menyerbu
payudaraku. Lidahnya menyapu-nyapu seluruh permukaan kulit payudaraku
dan menyedot putingku dengan gemasnya. Tanpa sadar tanganku bergerak
meremas-remas rambut kepalanya. Parjo pun semakin bersemangat begitu
mendapat respons dariku.
Lidahnya terus merayap turun hingga ke
perutku. Kini wajahku menghadap dadanya yang bidang. Mulutku yang
menempel ketat di dadanya secara otomatis mulai merespons. Keringat
Parjo yang
berbau menyengat menjadi obsesiku. Aku
tak menyia-nyiakan untuk merasakan keringatnya. Lidahku tanpa malu-malu
lagi mulai menjilati puting dada Parjo yang hitam kecoklatan.
Lidah Parjo terus turun ke
selangkanganku. Otomatis wajahku kini menghadap ke arah selangkangannya
yang merangkak di atasku dengan posisi terbalik. Batang kont*lnya yang
berukuran super menggantung bergoyang-goyang di depan mulutku seperti
terong. Karena ujungnya menyentuh-nyentuh mulutku, aku terusik untuk
membuka mulutku dan mulai menjilati ujung topi bajanya.
“Ouchh.. Jo..” tubuhku tersentak saat
lidah Parjo mulai menjilati vaginaku dan lidahnya menyeruak ke dalam
lubang vaginaku menjilati dinding- dindingnya.Pantatku terangkat secara
otomatis. “Arghh..” Parjo pun melenguh saat mulutku menyedot-nyedot
ujung kepala kont*lnya yang sudah sangat keras.
Setelah puas saling menjilat dan
mencumbu, Parjo membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku. Tangan Parjo
segera menguakkan kedua pahaku lebar-lebar. Ia menempatkan tubuhnya di
antara
kedua pahaku dan mulai menyatukan
tubuhnya ke tubuhku. Kulit Parjo yang sudah licin oleh keringatnya yang
berbau menyengat tampak mengkilap. Titik-titik keringat bermunculan di
kening dan lehernya. Parjo menghunjamkan tubuhnya dalam-dalam berulang
kali ke dalam hingga kedua tulang kemaluan kami saling melekat satu sama
lain.
Aku Selingkuh Dengan Office Boy Mulut
Parjo segera melumat bibirku yang setengah terbuka karena merasa sesak
napas saat selangkanganku terganjal kont*l Parjo yang melesak ke dalam
lubang vaginaku hingga ke pangkalnya. Dalam sekali rasanya hingga mulut
rahimku terasa agak ngilu tersodok ujung kont*lnya.
Aku yang sudah sangat terangsang
berusaha ikut bergerak mengimbangi tusukan tusukan Parjo di
selangkanganku dengan menggerakkan pantatku yang tercengkeram oleh kedua
tangannya. Parjo terus mengayunkan pantatnya naik-turun di atas perutku
dengan seluruh berat tubuhnya tertumpu di atas perutku. Dadanya yang
bidang ketat menghimpit kedua payudaraku. Napasku terasa sesak sulit
bernapas karena tertindih berat tubuhnya. Apalagi mulut Parjo yang masuk
melumat bibirku berusaha menyedot-nyedot lidahku.
Aku bisa bernapas lega saat Parjo
melepaskan kont*lnya dari jepitan lubang vaginaku dan bangun. Ia duduk
di tepi sofa dan mengangkat tubuhku agar duduk di pangkuannya. Tubuhku
kembali direngkuhnya dan bibirku kembali dipagutnya dengan rakus. Aku
yang duduk di atas pangkuan Parjo dengan mengangkangkan kaki di antara
kedua pahanya tidak dapat bergerak karena kedua tangannya melingkar erat
di punggungku dan menariknya ketat hingga payudaraku kembali tergencet
dadanya yang bidang itu.
kont*l Parjo yang berukuran super itu
tergencet di antara perutku dan perutnya sendiri. Lalu kedua tangan
Parjo bergeser ke pantatku dan mengangkatnya hingga aku setengah berdiri
menghadap ke arahnya. Kemudian satu tangannya mengarahkan ujung kepala
kont*lnya dan diarahkan ke selangkanganku. Tubuhku diturunkannya dengan
pelan hingga sedikit demi sedikit ujung kont*lnya mulai terbenam kembali
ke dalam lubang vaginaku.
Aku menahan napas saat batang kont*l
Parjo mulai terjepit dinding lubang vaginaku dan melesak ke dalamnya.
Seluruh bulu tubuhku merinding karena batang kont*lnya yang begitu besar
serasa
menggesek seluruh celah dinding vaginaku.
“Ahh..” hampir secara bersamaan kami
menghela napas lega saat seluruh batang kont*l Parjo akhirnya masuk
tertelan lubang vaginaku. Pantatku terasa geli tertusuk-tusuk rambut
kemaluan Parjo yang agak tajam karena dicukur cepak. Aku merasa geli
karena kantung telur Parjo yang lunak dan hangat menempel ketat di bawah
pantatku.
Dengan dibantu kedua tangannya yang
kokoh yang menyangga kedua buah pantatku, tubuhku bergerak naik turun di
atas pangkuan Parjo. kont*lnya yang terjepit ketat dalam lubang
vaginaku menggesek seluruh relung dinding vaginaku. Aku harus menggigit
bibirku kuat-kuat agar dapat menahan kenikmatan yang mulai menggerogoti
sumsum tulang belakangku.
Parjo menundukkan wajahnya dan segera
menyurukkannya ke dadaku yang berayun-ayun seiring dengan gerakan
tubuhku yang seperti menari-nari di atas pangkuannya.Kedua payudaraku
dilumatnya dengan bibirnya yang tebal bergantian. Lidah Parjo yang kasar
dan panas mengilik-ngilik puting payudaraku yang dijepitnya dengan
bibirnya. Aku merasa seperti melayang menerima rangsangan ganda seperti
ini.
“Ohh.. Joo..” tanganku segera merengkuh
kepala Parjo dan menekankannya ke dadaku. Perutku mulai merasa
kejang-kejang. Gerakanku mulai tak terkendali di atas pangkuan Parjo.
Dinding vaginaku terasa mulai berdenyut-denyut meremas kont*l Parjo yang
terjepit di dalamnya. Gerakanku semakin liar dan kepalaku seperti
tersentak ke atas.
“Terrushh Joo.. Oohh” aku menjerit
panjang saat ada sesuatu yang pecah di dalam perutku. Aku sudah tidak
mampu menahan jebolnya gairahku. Pantatku berputar liar di atas pangkuan
Parjo seperti ingin menggesek dan menggerus kont*lnya yang terbenam di
dalamnya. Tangan Parjo membantuku memutar pantatku. Aku melayang dan
terhempas ke tempat kosong.
Napasku tinggal satu-satu. Lelah sekali
rasanya tubuhku. Aku terkulai lesu di atas pangkuan Parjo. Kedua
tanganku memeluk erat lehernya untuk menuntaskan sisa-sisa kepuasan yang
benar-benar melelahkan. Dinding-dinding vaginaku mengedut-ngedut selama
beberapa saat lalu aku terdiam dan ambruk di atas pangkuan Parjo.
Parjo memberiku kesempatan untuk
mengatur napasku dengan membiarkan aku terkulai di pangkuannya.
kont*lnya yang masih sangat keras tetap kokoh memaku lubang vaginaku.
“Masih capai Lin..?” bisik Parjo di
telingaku. “He.. Eh..” aku tak berani melihat wajahnya karena malu,
soalnya tadi aku menolak tetapi akhirnya aku berhasil ditundukkannya.
Aku malu sekali padanya.
Perlahan-lahan Parjo mengangkat tubuhku
dari pangkuannya. Serr.. Nikmat sekali saat batang kont*lnya yang tadi
menyumbat lubang kemaluanku tertarik keluar menggesek dinding vaginaku.
Aku sempat melirik batang kont*l Parjo yang begitu basah dan licin
mengkilat karena hasil orgasmeku tadi. Aku lalu disuruhnya merangkak
dengan menghadap ke sofa. Parjo berlutut di belakang tubuhku yang
membelakanginya.
Tubuhku menggelinjang saat lidah Parjo
mulai menjalari tulang belakangku.Lidahnya menjelajah seluruh permukaan
kulit punggungku. Bulu romaku dibuat merinding oleh ulahnya.
“Ughh..” aku melenguh pelan saat mulut
Parjo membuat gigitan ringan di atas pinggulku. Otot-otot perutku serasa
ditarik karena rangsangan itu. Mulut Parjo tidak berhenti di situ.
Mulutnya terus bergeser turun hingga kini kedua buah pantatku
digigit-gigitnya dengan gemas. Seluruh tubuhku bergetar menerima
perlakuannya. Apalagi saat lidah Parjo mulai menyapu-nyapu daerah
sekitar lubang anusku.
“Ja.. Jangan Jo..” namun terlambat. Aku
tidak mampu mencegah saat lidah Parjo mulai menusuk-nusuk dan
mengilik-ngilik lubang anusku. Geli sekali rasanya.Pantatku tidak dapat
bergerak karena dicengkeram kedua tangannya yang kokoh. Aku hanya bisa
pasrah dan menikmati jilatan lidahnya di lubang anusku.
Setelah puas menikmati lubang anusku
dengan lidahnya, Parjo mulai mengarahkan kont*lnya ke lubang vaginaku.
Ia menusuk vaginaku dengan kont*lnya di antara kedua buah pantatku. Aku
harus menahan napas lagi saat kepala kont*lnya mulai menerobos lubang
vaginaku. Agak perih dan ngilu rasanya.
Lubang vaginaku mulai mengeluarkan
cairan pelicin lagi saat Parjo mengocoknya dengan ujung kepala kont*lnya
yang digesek-gesekkan di antara bibir vaginaku. Hal ini membuat
tusukannya bertambah lancar.
“Ughh.. Hkkhh” Parjo menggumam saat
seluruh kont*lnya berhasil masuk ke dalam lubang vaginaku. Aku pun dapat
bernapas lega setelah seluruh batang kont*lnya melesak masuk. Ia
terdiam beberapa saat menikmati denyutan dinding vaginaku yang melumat
kont*lnya.
Nafsuku kembali bangkit saat Parjo
berkali- kali memaju-mundurkan pantatnya menarik dan mendorong kont*lnya
di dalam lubang vaginaku. Aku kembali tergerak menikmati
tusukan-tusukannya dengan ikut menggerakkan pantatku. Pantatku maju
mundur berlawanan arah mengikuti irama tusukannya. Jika ia menarik
mundur aku maju dan jika ia maju aku mendorong pantatku ke belakang
menyongsong tusukannya.Plok.. Plok.. Plokk.., begitulah setiap kali
pantatku beradu dengan tulang kemaluannya selalu terdengar suara seperti
tepukan. Kedua payudaraku berguncang guncang setiap kali vaginaku
disodok kont*l Parjo.
Darahku mulai menggelegak terbakar
nafsu. Tangan Parjo yang tadinya mencengkeram kedua buah pantatku
sekarang berpindah dan meremas kedua payudaraku yang berguncang-guncang.
Jari-jarinya
memilin kedua puting payudaraku.
“Ohh.. Joo.. Ter.. Russhh.. Terushh”
tanpa malu-malu lagi aku mendesis meminta Parjo terus memompakan
kont*lnya. Pantatku yang tadinya maju-mundur kini bergerak memutar
seolah hendak
memeras. Dinding vaginaku kembali
berdenyut denyut. Aku memejamkan mataku berusaha menahan ledakan yang
sudah hampir sampai.Aku berusaha menahan lebih lama lagi. Kelentitku
yang sudah
mengembang tergesek gesek oleh tusukan kont*l Parjo yang perkasa.